“Sayangnya sampai sekarang masih banyak orang yang mempersiapkan bekal pernikahan hanya seperti orang yang akan pergi ke mal, padahal kehidupan pernikahan itu seperti piknik ke puncak gunung,” tukas Indra dalam seminar pernikahan di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Bekal yang disiapkan untuk pergi ke mal dan ke puncak gunung pasti sangat berbeda. Ketika orang memasuki kehidupan pernikahan dengan hanya menyiapkan sebuah “tas kecil” seperti akan jalan-jalan di mal, ada banyak kebutuhan lain yang tidak akan terpenuhi dalam perjalanannya. ”Hal ini juga berarti bahwa ketika menikah, modal cinta saja tidak cukup,” ujarnya.
Menurut Indra, ada beberapa bekal yang harus dipersiapkan calon pengantin sebelum memasuki jenjang pernikahan, antara lain:
1. Pola pikir pasangan
Sebelum menikah sebaiknya kenali dulu pola pikir pasangan Anda. Pola pikir atau mindset dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, keluarga, serta nilai-nilai yang ada di masyarakat. Kenali lingkungan tempat pasangan tumbuh, dan pahami cara berpikirnya. Dengan demikian Anda sudah punya persiapan untuk memahami caranya mengatasi masalah, sekaligus mengetahui tingkat kedewasaannya agar tak kaget dengan cara berpikirnya yang mungkin tak sejalan dengan pola pikir Anda.
Setiap keluarga pasti memiliki pandangan sendiri tentang konsep menikah. “Kenali dulu konsep pernikahan apa yang ditanamkan oleh keluarganya,” sarannya. Proses programming tentang konsep pernikahan dari keluarga ini bisa jadi sudah mendarah daging, karena sudah berjalan seumur hidupnya. Tidak heran, ketika ada konsep yang berbeda antar pasangan akan timbul konflik bersifat prinsip yang sulit diubah.
Salah satu contoh konsep programming tentang pernikahan adalah, setiap orang memutuskan menikah karena mereka akan dibahagiakan oleh pasangannya. “Konsep ini tidak sepenuhnya salah. Setiap orang berhak untuk bahagia, tapi kebahagiaan akan tercapai jika kedua pasangan siap untuk saling memberi dan menerima, tidak hanya menuntut untuk dibahagiakan,” jelasnya.
Mengenali konsep programming pernikahan pasangan Anda akan memudahkan Anda untuk mengambil langkah-langkah dalam mengantisipasi dan meminimalisasi konflik yang terjadi setelah menikah.
3. Tingkat kedewasaan
Menikah sebenarnya bukan masalah target usia, akan tetapi lebih mengacu kepada tingkat kedewasaan seseorang. Dan usia bukanlah jaminan untuk menunjukkan tingkat kedewasaan seseorang. “Saat menikah perempuan pasti ingin punya pasangan yang dewasa. Tapi sayangnya, tidak semua pria yang saat menikah (dalam kondisi) sudah dewasa,” beber Indra.
Kedewasaan pria tergantung pada tingkat “pendidikan” dari keluarga dan kehidupan sosialnya. Kedewasaan ini sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai masalah yang kemungkinan akan dihadapi dalam hidup berumah tangga. Seseorang yang dewasa bisa terlihat dari caranya memecahkan masalah yang dihadapi, serta dari tingkah laku dan pola pikirnya.
Setiap orang punya tujuan yang berbeda saat menikah. Tujuan yang berbeda ini akan menyebabkan cara yang berbeda saat menjalani pernikahan. Misalnya, Anda menikah hanya demi status sebagai istri dan ibu, sementara bagi dia pernikahan menjadi caranya untuk keluar dari kungkungan keluarganya. Anda ingin segera terikat dengan satu orang dan membentuk keluarga sendiri, sementara dia justru ingin bebas. Nggak nyambung, kan?
“Ketahui dulu apa tujuan pasangan Anda untuk menikah. Agar pernikahan lebih bahagia, sebaiknya antarpasangan punya satu tujuan dan satu cara untuk menjalankan pernikahan bersama-sama,” pungkasnya.
Jika ada artikel yang bermasalah laporkan kepada kami lewat komentar dibawah ini.
Blog Ini DOFOLLOW silahkan berikan komentar sesuai artikel. komentar yang ngaco / spam akan di hapus.
Terima Kasih.